Thursday, June 27, 2019

contoh laporan kunjungan industri (PRAKERIN) panti sosial "wana seraya"


LAPORAN KUNJUNGAN INDUSTRI 
PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA “WANA SERAYA” 



LOGO SMK CITRA BANGSA MANDIRI
LOGO SMK CBM





Disusun Oleh : 

Nama : 
Kelas : 
No. Absen : 




SMK CITRA BANGSA MANDIRI PURWOKERTO 
TAHUN PELAJARAN 2018/2019   


KATA PENGANTAR 

Bismillahirrahmanirrahim.

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai kenaikan kelas. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. 
Akhir kata, saya berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi tambahan referensi ilmiah dan pengembangan ilmu di lingkungan Departemen Arsitektur dan semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalasa segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. 
Saya memohon maaf apabila dalam laporan ini terdapat kesalahan dan kekurangan. 

                                                                                              Purwokerto, 23 April 2019


                                                                                                          Rani Indah R.  


DAFTAR ISI 

Halaman Judul ................................................................................................................... i
Kata Pengantar ...................................................................................................................ii
Daftar isi .............................................................................................................................iii

BAB I Pendahuluan 1.1
Latar Belakang .............................................................................................................. 1 1.2
Permasalahan ................................................................................................................. 6 1.3
Tujuan Penulisan ........................................................................................................... 7 1.4
Waktu Pelaksanaan ........................................................................................................ 8

BAB II Gambaran Umum
Mengenai Manusia Lanjut Usia ...................................................................................... 2.1
Pengertian Tentang Lanjut Usia ...................................................................................... 9 2.2
Masalah umum pada Lansia .............................................................................................   10

BAB III PENUTUP 3.1
Kesimpulan ...................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 13  


BAB I PENDAHULUAN 

I.1 Latar Belakang 
      Indonesia termasuk Negara dengan proses penuaan penduduk paling cepat di Asia Tenggara. Keberhasilan pembangunan dalam menurunkan angka kematian dan kelahiran berdampak pada perubahan struktur penduduk. Semula, penduduk didominasi oleh kelompok muda, namun berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, telah memberikan implikasi yang cukup besar untuk masa depan, yaitu semakin meningkatnya harapan hidup (life expectancy). Semakin banyak penduduk yang mampu bertahan hidup, maka berimplikasi terhadap peningkatan jumlah penduduk, termasuk penduduk usia tua atau lanjut usia. 

       Tentu saja ini merupakan kabar yang baik, tetapi tetap saja akan menimbulkan polemik baru bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia di Indonesia pada tahun 1980 berjumlah 7,9 juta jiwa (5,45% dari jumlah total penduduk Indonesia). Pada Tahun 1990 meningkat menjadi 12,7 juta jiwa (6,29%), dan pada tahun 2000 menjadi 14,4 juta jiwa (7,18%). Untuk tahun 2010 diperkirakan menjadi 23,9 juta jiwa (9,77%) dan pada tahun 2020 diprediksi akan berjumlah 28,8 juta jiwa (11,34%). Perubahan ini akan berdampak luas terhadap berbagai aspek kehidupan. Beraneka jenis permasalahan baru akan muncul terkait dengan penduduk lanjut usia, menyangkut kebutuhan fisik dan psikis lanjut usia. Selain itu, juga terkait dengan perubahan dalam sistem sosial budaya masyarakat, yang berdampak pada pola pengasuhan lanjut usia oleh keluarga. 

       Ketika jumlah kelahiran masih tinggi, sistem kekeluargaan didominasi oleh pola keluarga besar (extended family) dan lanjut usia banyak tinggal dengan keluarga tersebut. Semakin menurunnya jumlah anggota keluarga, pola keluarga lebih mengarah kepada keluarga inti (nuclear family). Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia dalam kurun waktu 50 tahun akan menjadi tiga kali lipat. Tahun 1950, jumlah penduduk lanjut usia di dunia sebanyak 205 juta jiwa, meningkat menjadi 606 juta jiwa pada tahun2000. Namun, dalam kurun waktu 50 tahun kedepan, jumlahnya akan meningkat melebihi tiga kali lipatnya. Pada tahun 2050, United Nation (2006) memprediksikan jumlah penduduk lanjut usia akan mencapai lebih dari 2 milyar jiwa (world population prospect,2006 revision). Di Indonesia, adanya pergeseran pola keluarga (dari keluarga luas menjadi keluarga Batih) yang banyak melanda kota-kota besar termasuk Jakarta, menimbulkan berbagai pilihan tempat tinggal bagi para lansia yang tinggal di kota besar. Dalam hubungan kontak sosial 4 , gejala kesepian (kondisi psikologis) diantara lansia yang tinggal dengan keluarga lebih tinggi bila dibandingkan dengan lansia yang tinggal sendiri atau dengan mereka yang tinggal bersama teman-teman. Di Indonesia, Keluarga dalam masyarakat Indonesia masih banyak yang menjalankan fungsinya sebagai tempat dimana lansia tetap mengharapkan perlindungan, penghargaan dan penerimaan dari anggota keluarganya. 

       Kondisi ini mungkin membuat para lansia lebih merasa berarti bila ia tetap diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan bersama keluarga dibandingkan dengan kegiatan- kegiatan teman sebaya. Namun, dengan situasi perkembangan menuju era industrialisasi, kemungkinan kebutuhan terhadap hal ini memang telah mengalami pergeseran. Semakin meningkatnya usia seseorang, terjadi perubahan fisik, mental dan psikologis pada setiap orang. Secara biologis, gejala-gejalanya antara lain adalah melambatnya proses berpikir, berkurangnya daya ingat (short memory lost), kurangnya kegairahan, perubahan pola tidur fungsi-fungsi tubuh tidak dapat lagi berfungsi dengan baik, dan pergeseran libido, yang berarti akan membutuhkan bantuan orang lain untuk melakukan berbagai aktivitas, dan akan mengalami penyakit degeneratif. Hal ini menyebabkan lansia akan membutuhkan perhatian ekstra dari orang-orang di sekitarnya, baik anak, cucu, ataupun sebayanya. Peningkatan ini juga diiringi dengan perubahan psikologis dan sosiologis. 

        Pada saat ini diperkirakan terdapat puluhan atau bahkan ratusan juta orang usia lanjut yang sebagian besar bertempat tinggal pada anak-anak mereka dan belum mencapai kesejahteraan yang diharapkan. Ini merupakan suatau masalah yang cukup serius, karena dikhawatirkan masalah ini akan mengakibatkan masalah psikososial yang besar yang berdampak pada hasil-hasil pembangunan. Yang dimaksud dengan psikososial adalah semua segi yang berhubungan daengan faktor-faktor kejiwaan (psikologi) dan akibat sosial dari usia lanjut. Setelah manusia bertambah tua, biasanya seseorang akan merasa kesepian, karena keluarga mereka mulai sibuk dengan masalahnya sendiri, pindah pekerjaan, pindah rumah, menjadi sakit dan kemudian meninggal. Permasalahan yang sering timbul adalah, seringkali keluarganya tidak dapat membantu secara finansial dan sosial. Bagi mereka yang semasa mudanya terbiasa hidup sendiri, tidak bergantung kepada orang lain, selalu merasa bahagia, mempunyai pandangan hidup seperti orang muda dan giat bekerja akan mempunyai kecenderungan untuk mudah menyesuaikan diri di usia lanjut mereka, karena hanya kondisi biologisnya saja yang menurun. Begitu juga bagi mereka yang memiliki rasa percaya diri dan mampu menyelesaikan masalahnya sendiri, mereka tidak akan memiliki kecenderungan untuk mengalami masalah hipokondrik. 

       Mereka akan jarang mengeluh dan cenderung pasrah dalam menjalani hari tua mereka. “ The more active an aged person is, the better his moral will be” Semakin aktif seseorang pada masa tuanya, maka akan menjadi semakin baik moralnya (akan mudah menyesuaikan diri). Menjadi tua adalah masalah setiap orang, namun tidak semua orang mampu menjalani hari tua mereka dengan lapang dada, ataupun sebenarnya cukup sabar dalam menghadapi hari tuanya, tetapi karena penyakit tua yang mereka derita, para lansia ini akhirnya tetap membutuhkan pengertian dan perhatian lebih dari anak, cucu atau masyarakat di sekitarnya. Di zaman yang modern ini, banyak terdapat kasus dimana para lansia ini menjadi kesepian di hari tuanya, disebabkan oleh karena anak-anak mereka yang sibuk mencari kehidupannya sendiri, sehingga tidak ada yang menemani mereka, kalaupun ada, hanya perawat atau pembantu rumah tangga. Hal-hal seperti ini membuat para lansia menjadi tidak sabar, seringkali marah-marah, merasa sendirian dan dibenci, selalu berpikir negatif tentang anak dan cucunya, kebih parah lagi mereka merasa ingin cepat mati saja, agar tidak membebani anak-anak mereka. Sebagian besar lansia hidup dan tinggal bersama keluarga mereka di rumah. Sesuai dengan salah satu pandangan masyarakat tradisional Timur, termasuk Indonesia, kaum lansia masih dianggap sebagai “sesepuh” yang patut dihormati dan dijunjung tinggi. Bagi masyarakat Indonesia, orang lanjut usia diharapkan kehadirannya dalam suatu keluarga dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun, mengingat peran orang tua sebagai pengayom.  

        Hal ini menimbulkan konsep keluarga luas (extended family) dimana kebanyakan lansia tinggal bersama-sama dengan keluarga mereka, walaupun saat ini, dengan berkembangnya masyarakat perkotaan, terjadi pergeseran pola keluarga di hampir semua kota-kota besar, termasuk Jakarta, dimana kecenderungan keluarga muda berbentuk keluarga kecil. Berdasarkan hasil penelitian oleh Haditono & Santoto (1990) mengenai preferensi tempat tinggal dan perlakuan yang diharapkan pada usia lanjut, ditemukan bahwa secara umum preferensi kaum lansia masih nampak menonjol pada hidup bersama anak, namun preferensi akan settlement (tempat penampungan lansia) dan tinggal di rumah sendiri sudah mencapai frekuensi masing-masing separuh dari preferensi tinggal dengan anak. Hal ini sejalan dengan perubahan yang terjadi pada bentuk interaksi sosial yang dialami oleh lansia pada masa sekarang ini, dan hal ini menimbulkan keinginan untuk memiliki alternative pilihan tempat tinggal. Maka muncul institusi penampungan bagi para lansia, yang disebut panti jompo/panti wredha/sasana tresna wredha. Panti jompo sebagai sebuah institusi yang mampu menyediakan fasilitas-fasilitas bagi lansia, yang disesuaikan dengan kebutuhan lansia, memungkinkan lansia untuk dapat memilih tempat tinggal mereka sendiri. 

1.2 Permasalahan 
        Perubahan ekonomi dan sosial yang cepat menyebabkan erosi dalam peranan tradisional. Karena hal inilah, di Indonesia, keberadaan panti jompo / Panti Sosial Tresna Werda selalu menimbulkan pro dan kontra. Dalam agama Islam dan secara adat, memasukkan orang tua ke panti jompo adalah hal yang sangat bertentangan. Begitu juga, bagi sebagian orang, panti jompo merupakan tempat buangan, bagi mereka yang berpendapat demikian, susasana hidup di pasnti jompo pasti tidak menyenangkan, karena harus berpisah dari keluarga. Apabila memungkinkan, tempat yang terbaik untuk para usia lanjut adalah di rumah masing-masing atau di rumah keluarganya, karena dengan demikian mereka masih dianggap sebagai simbol kejayaan keluarga besarnya, dihormati,dijunjung tinggi, dihargai, dan diberikan peranan, entah itu sebagai pemberi nasihat atau dalam pengambilan keputusan. 

       Dalam kehidupan sosial, terdapat konsep “home”( rumah ; tanah air) yang juga menjadi parameter kebahagiaan seorang manusia dalam hidupnya sehari hari. Kita mengenal istilah “Home sweet home” dan “rumahku istanaku” dimana biasa diartikan sebagai sebuah “place”(tempat)  yang paling membahagiakan, tempat yang paling berkesan, tempat yang apabila seseorang pergi jauh maka kelak akan kembali ke sana, sebuah tempat dimana setiap individu menyimpan harapan, tempat yang paling dicari dimana seseorang bisa merasakan kehangatan cinta dan perhatian dari orang orang yang mencintai dan dicintai. Sebagaimana sudah diketahui lansia memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus yang harus terpenuhi, mengingat kondisi fisik (dan mental) mereka memberikan keterbatasan pada mereka untuk berkegiatan. Panti Sosial Tresna Werda sebagai sebuah institusi pasti memiliki keteraturan dan sistematika pengaturan. Sebagai sebuah “tempat penampungan” orang lanjut usia, sudah seharusnya panti sosial tresna werdha memperhatikan faktor-faktor yang menunjang kesejahteraan para lansia, yang tidak dapat lansia dapatkan bila mereka tinggal di rumah mereka. Dengan mengangkat konsep “home sweet home” tersebut, apakah sebuah panti jompo hanya merupakan sebuah “tempat penampungan” yang berarti tempat bernaung atau sebuah tempat yang dapat memberikan kebahagian sebagaimana yang dapat diberikan oleh sebuah rumah. 

1.3 Tujuan Penulisan 
       Tujuan penulisan untuk mengetahui sejauh mana sebuah Panti Sosial Tresna Werda / panti jompo mampu memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan kepada penghuninya dengan mencoba melihat konsep ”home sweet home”. Upaya untuk menjembatani keterbatasan lansia, sehingga lansia tetap bersemangat untuk bergerak secara aktif atau paling tidak bergerak secara mandiri. Yang paling penting adalah dengan memperhatikan faktor-faktor yang tidak dapat lansia dapatkan di rumah, sehingga lansia dapat menemukannya di dalam panti sosial tresna werda tempat mereka bernaung. Melihat apakah secara keruangan, PSTW dapat menciptakan konsep home tersebut bagi penghuninya. 

1.4 Waktu Pelaksanaan 
Hari/tanggal : Selasa, 23 April 2019   



BAB II 
GAMBARAN UMUM MENGENAI MANUSIA LANJUT USIA 

2.2 Pengertian Tentang Lanjut Usia 
        Lansia yang berarti lanjut usia memiliki definisi yang beragam. Ahli kependudukan mengatakan, bahwa lansia adalah mereka yang berusia 65 tahun ke atas, dan termasuk golongan tidak produktif. Di Indonesia sendiri, pengertian lanjut usia ditinjau dari kategori kronologis, mereka yang sudah memasuki usia 60 tahun akan memperoleh Kartu Penduduk Seumur hidup. WHO yang merupakan Organisasi Internasional mendefinisikan lansia sebagai elderly (usia lanjut) melalui tiga kategori yaitu 1) kronologis, berkaitan dengan usia yang didefinisikan berusia 65 tahun keatas, 2) perubahan peran sosial, berhubungan dengan perubahan status yaitu pensiunan atau posisi dalam bagan keluarga, 3)Perubahan kemampuan, melihat perubahan dari karakter fisik. 

Pembagian umur yang dijadikan patokan oleh WHO mengenai usia lanjut adalah : 
1. Usia pertengahan (middle age), adalah kelompok usia 45 sampai 59 tahun. 
2. Usia lanjut (elderly), antara 60 sampai 74 tahun 
3. Tua (old), antara 75 sampai 90 tahun 
4. Sangat tua (very old), di atas 90 tahun 

Di Indonesia, pengertian tentang lanjut usia diatur dalam keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia yaitu lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. 

Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu periode di mana seseorang telah melalu masa-masa yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat. Biasanya, mereka akan selalu mengingat-ingat masa lalunya, biasanya dengan penuh penyesalan, mereka. 
WHO. Definition of an older or Elderly Person 
(http ://www.who.int/healthinfo/survey/ageingdefnolder/en/index.html)  
Manula (Manusia Lanjut USia)/Jakarta.CV Haji 
Masagung,1994/Yayasan Idayu. Hal.48 
cenderung ingin hidup pada masa sekarang. Karena kondisi kehidupan dan perawatan yang jauh lebih baik, gejala menua tidak muncul sampai seseorang berusia 65 tahun, bahkan sampai awal 70 tahunan, hal inilah yang menjadi dasar penetapan pensiun dalam berbagai urusan. 
“menjadi tua bagi manusia adalah suatu fenomena yang bersifat universal dan tidak bisa dihindari oleh siapapun”.

2.2 Masalah umum pada Lansia 
      Terdapat perbedaan tertentu pada masing-masing individu ketika usia lanjut mereka dimulai, menyebabkan penggunaan usia kronologis 16 sebagai indikasi permulaan usia lanjut bukanlah satu hal yang baik. Karena kondisi kehidupan dan metode perawatan semakin baik, kebanyakan pria dan wanita sekarang tidak menunjukkan gejala-gejala ketuaan mental dan fisiknya sampai usia 65(enam puluh lima) tahun. Tahap akhir dalam rentang kehidupan dibagi menjadi dua yaitu usia lanjut dini berkisar antara usia enam puluh sampai tujuh puluh tahun dan usia lanjut yang berawal dari usia tujuh puluh tahun sampai akhir kehidupan seseorang. 

       Setiap orang dalam hidupnya tidak statis, melainkan akan terus berevolusi. Pada awal-awal kehidupan seseorang, perubahan bersifat evolusional yang berarti orang tersebut menuju pada kedewasaan dan keberfungsian. Sebaliknya, pada bagian selanjutnya, seseorang akan mengalami perubahan-perubahan yang memperngaruhi struktur fisik ataupun mentalnya dan keberfungsiannya juga yang biasa dikenal dengan istilah “menua”. Periode usia lanjut, ketika kemunduran fisik dan mental terjadi secara perlahan dan bertahap dan pada waktu kompensasi terhadap penurunan ini dapat dilakukan, dikenal dengan istilah “senescense”, yaitu masa proses menjadi tua. Istilah “keuzuran”(senility)digunakan untuk mengacu pada periode waktu selama usia lanjut apabila kemunduran fisik sudah terjadi dan apabila sudah terjadi disorganisasi mental. 

        Menjadi eksentrik, kurang perhatian, dan terasing secara sosial, maka penyesuaian dirinya pun akan menjadi buruk.Sikap tidak senang pada diri sendiri, orang lain, pekerjaan, dan kehidupan pada umumnya dapat menuju ke keadaan uzur, karena terjadi perubahan pada lapisan otak. Proses menua memiliki efek yang berbeda bagi setiap orang, maka dari itu tidak mungkin mengklafisikasikan seseorang sebagai manusia lanjut yang “tipikal”,dan menentukan ciri usia lanjut yang tipikal juga, karena orang menjadi tua secara berbeda karena mereka mempunyai sifat bawaan yang berbeda, sosioekonomi, dan latar pendidikan yang berbeda, dan pola hidup yang berbeda pula. 


BAB III 
PENUTUP 

A. Kesimpulan
        Rumah adalah bangunan untuk tempat tinggal, dan bangunan pada umumnya seperti gedung dan lain sebagainya. 80 PSTW merupakan sebuah alternatif tempat tinggal pengganti rumah yang bertipe Residential cares yaitu sebuah bangunan tempat tinggal bersama, berupa asrama di mana terdapat staf medis yang bertugas menjaga dan membatu lansia untuk melakukan aktifitas sehari-hari. Di dalamnya juga terdapat sebuah program yang dirancang untuk lansia berkegiatan dan dikontrol oleh staf yang bertugas. Namun, PSTW jauh lebih bersifat psikologis. Dalam arti kata, yang menentukan apakah PSTW ini sebuah tempat bernaung atau sekedar alternatif tempat tinggal adalah bergantung kepada pribadi masing-masing penghuni. 

     Dalam sebuah ruang dan tempat yang sama, dengan perlakuan yang sama (fasilitas dan pelayanan) belum tentu dapat menghasilkan hasil yang sama pula, ada faktor-faktor tak terduga yang dapat menyebabkan keluaran dari perlakuan ini berbeda. Namun, hal ini tetap bergantung kepada objek perlakuannya. Dalam kasus ini adalah lansia yang memang merupakan kasus khusus dan membutuhkan perlakuan spesial.  


DAFTAR PUSTAKA 

A.Bell, Paul, Thomas C.Greene, Jeffrey D. Fisher, Andrew Baum. (2001). 
Enviromental Psychology. Belmont : Wadsworth. Chapter 9 Back, Kurt w. Personal Characteristic and Social Behavior; Handbook of Ageing and the Social Science. Duke University. Hal. 431 Cartens, Diane Y. (1990). 
Site Planning and Design For The Elderly. New York : Van Nostrand Reinhold Company Casey, Edward S. (1984). 
Fate Of Place, Towards a phenomenology of Architecture Chaudhury,Habib and Graham D. Rowles. (2005). 
Home and Identity in Late Life. New York : International Perspectives Springer Publishing company. Cooper, Clare. The House as Symbol of the Self. University of California at Berkeley.

No comments:

Post a Comment